Akhir tahun lalu, dr
Chairil Anwar Sholeh, Sp. An, seorang dokter yang konsen pada masalah keumatan
meluncurkan buku memoar yang berjudul “Bolehkah
Ayah Berharap”. Buku tersebut
diterbitkan secara terbatas oleh Kanetmedia Pustaka Jakarta. Sebuah buku yang memuat
pandangan-pandangan kritis dan mencerahkan terhadap fenomena kekinian yang
ditujukan secara khusus untuk anak-anaknya dan secara umum diperuntukkan bagi
mereka yang punya konsen dalam pembangunan umat menjadi lebih baik lagi.
Dalam buku tersebut, ada
pembahasan khusus mengenai korupsi dan cara pemberantasannya. Karena masih
cukup relevan menjadi perbincangan di tanah air, dimana korupsi masih begitu
merajalela, berikut ringkasan pandangannya mengenai bagaimana cara memberantas
korupsi yang dicuplik dari buku tersebut:
Maraknya korupsi yang
terjadi di Indonesia bukan lagi disebut membudaya, tapi sudah menjadi suatu
seni berkorupsi. Seorang koruptor tidak hanya sekedar meraup uang negara karena
hal tersebut sudah sangat mudah dilakukan. Kini, tinggal bagaimana mengemas
hasil korupsi tersebut agar lebih terlihat indah sehingga KPK pun susah
membedakan antara haram dan halal. Bahkan seorang profesor ekonomi terkenal
menyebutkan bahwa korupsi sudah menjadi bagian dari life style.
Memang hampir tidak
ada negara di dunia ini yang lepas dari pengaruh korupsi. Tapi, prestasi
Indonesia dalam hal korupsi sungguh “membanggakan”. Khusus di kawasan Asia pasifik saja,
Indonesia berhasil menyabet medali emas sebagai negara paling korup. Data ini
dikeluarkan oleh perusahaan konsultan “Political
& Economic Risk Consultancy”
(PERC) yang berbasis di Hong Kong, setelah melakukan survey terhadap 2174
eksekutif kelas menengah dan atas di Asia, Australia, dan Amerika Serikat yang
menjalankan usaha di 16 negara terpilih. Sementara untuk di kawasan Asia
Tenggara, posisi Indonesia “melorot” di posisi ke-5 negara terkorup.
Sebagai negara
berpenduduk muslim terbesar di dunia, label sebagai negara terkorup ikut
memengaruhi imej Islam di mata negara-negara non-Islam. Mereka, khususnya yang
anti Islam, makin memiliki “senjata” untuk menyudutkan Islam. Mereka
membentuk opini dunia bahwa ternyata Islam itu mengajarkan korupsi. Buktinya
Indonesia menjadi negara terkorup dimana pejabat-pejabat yang melakukan korupsi
sebagian besar beragama Islam.
Susahnya memberantas
korupsi di Indonesia selain karena sudah mendarah daging juga karena definisi
korupsi yang tidak jelas. Menurut Purwadarminta, definisi korupsi dalam bahasa
Indonesia adalah tindakan menyalahgunakan jabatan yang mengakibatkan kerugian
negara. Dengan definisi ini, jika seorang pejabat menyalahgunakan jabatannya,
tapi tidak merugikan negara maka tidak bisa dikatakan korupsi. Contohnya,
seorang kepala gudang sembako menjual sembako yang ada di gudang lewat toko miliknya,
lalu setelah laku ia kembalikan modal sembako tersebut ke gudang, sedangkan
keuntungannya diambil oleh toko. Maka, tindakan seperti ini tidak bisa
dikategorikan korupsi karena negara tidak dirugikan. Hal-hal seperti inilah
yang menjadi korupsi terselubung, yang tidak bisa dituntut secara hukum.
Namun, bila kita
menggunakan definisi korupsi yang dikeluarkan WHO, yang dalam salah satu kalimatnya disebutkan bahwa
yang masuk perbuatan korupsi bila mengandung unsur“mengambil yang bukan
haknya” maka tindakan di
atas sudah termasuk kategori korupsi.
Sementara definisi
korupsi (ghulul) menurut Islam adalah
penyalahgunaan jabatan untuk memperkaya diri sendiri atau orang lain dengan
cara sariqoh (pencurian), ikhtilas (penggelapan), al-Ibtizaz (pemerasan), dan suap
(risywah) sebagai perbuatan mengkhianati amanah yang diberikan masyarakat
kepadanya. Intinya, setiap perbuatan mengambil yang bukan haknya, baik secara
terang-terangan atau tersamar termasuk dalam perbuatan korupsi. Majelis Ulama
Indonesia telah mengeluarkan fatwa Haram terhadap korupsi. Larangan korupsi
ditegaskan di dalam Al-Qur`an, Alloh berfirman,
“Hai
orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Alloh dan Rasul
(Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanah-amanah yang dipercayakan
kepadamu, sedang kamu mengetahui.”
(QS. Al-Anfaal: 27)
Lalu Rosululloh SAW
menegaskan hukum berbuat korupsi, sabda Beliau SAW,
“Alloh
melaknat orang yang menyuap dan menerima suap.”
(HR. Tirmidzi )
Pada hadits lain
Rosululloh SAW bersabda,
“Barangsiapa
yang telah aku pekerjakan dalam suatu pekerjaan, lalu kuberi gajinya maka
sesuatu yang diambilnya diluar gajinya itu adalah penipuan (haram).” (HR. Abu Dawud)
Di ayat lain, Alloh
memperingatkan siapa yang korupsi maka di akhirat ia akan datang membawa harta
hasil korupsinya untuk menerima pembalasannya.
“Tidak
mungkin seorang nabi berkhianat dalam urusan harta rampasan perang. Barangsiapa
yang berkhianat dalam urusan rampasan perang itu maka pada hari kiamat ia akan
datang membawa apa yang dikhianatkannya itu, kemudian tiap-tiap diri akan
diberi pembalasan tentang apa yang ia kerjakan dengan (pembalasan) setimpal,
sedang mereka tidak dianiaya.”
(QS. Ali Imran: 161)
Pada dasarnya korupsi
tidak hanya mengambil yang bukan haknya dalam hal materi. Korupsi juga bisa
dilakukan terhadap sesuatu yang tidak berwujud (nonmateri), seperti waktu.
Seorang PNS bisa disebut korupsi waktu, tatkala ia tidak bekerja sesuai waktu
yang telah ditetapkan. Atau ia sering menghilang dari kantor di saat jam kerja,
untuk keperluan pribadi
Lalu bagaimana cara
memberantas korupsi kelas kakap yang telah mendarah daging? Cara yang paling
ampuh dan cepat adalah menggunakan hukum Islam, yaitu potong tangan. Tapi
masalahnya, Indonesia bukan negara Islam sehingga tidak bisa menggunakan hukum
Islam. Namun, bila kita menggunakan hukum yang ada sekarang maka cara yang
paling tepat adalah ada kemauan kuat dari pemerintah untuk tobat, kemudian
saling bekerjasama memberantasnya. Sebab, masalah korupsi di Indonesia disebabkan
oleh perilaku kelompok, jadi untuk memberantasnya juga harus berkelompok.
Dalam dunia
kedokteran, untuk memberantas sebuah penyakit dilakukan dengan lima prinsip.
Tiga prinsip diantaranya bisa diterapkan untuk memberantas korupsi, yakni
promotif, preventif, dan kuratif. Promotif artinya pemerintah harus lebih
intensif melakukan edukasi kepada generasi muda agar tidak ikut-ikutan budaya
korupsi. Preventif maksudnya melakukan pengawasan secara ketat terhadap
kemungkinan-kemungkinan terjadinya korupsi. Tindakan ini lebih cocok dilakukan
oleh BPK maupun KPK. Sedangkan kuratif, yaitu memberikan hukuman yang setimpal
sebagai langkah penyembuhan pelaku korupsi. Penerapan langkah ini disesuaikan
apakah koruptor perorangan atau kelompok. Kalau dalam syariat Islam, tentu
sudah jelas tindakan kuratif dengan cara potong tangan.
Inilah beberapa cara
memberantas korupsi. Masalahnya bukan bisa atau tidak bisa memberantas korupsi,
tapi mau atau tidak mau. (Yons Achmad)
No comments:
Post a Comment